Jakarta, ABIM (20/3/2020) – Peranan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mendukung kesiapan Pemerintah untuk bisa menangani wabah Virus Korona (Covid-19) menjadi sangat penting yang diidentifikasi sebesar Rp62,3 Triliun dapat disiapkan guna menjalankan program prioritas penanganan Covid-19.
Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani, saat memberikan keterangan pers kepada wartawan melalui daring, Jumat (20/3).
Menurut Menkeu, ada tiga area yang Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah sampaikan untuk diberikan dukungan, yaitu:
Satu, untuk mendukung kesehatan, apa saja yang berpengaruh untuk bisa menangani kesehatan di Pusat dan di Daerah yang menyangkut Covid-19 ataupun yang menyangkut yang lain, termasuk fasilitas kesehatan seperti kesiapan rumah sakit.
Kedua, untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat terutama masyarakat yang terbawah, yaitu dalam bentuk jaring pengaman sosial yang ini akan terus di-develop.
Ketiga, mendukung dunia usaha agar mereka tetap bisa melalui masa sulit ini, dan ini nanti kerja sama dengan Ketua OJK yang akan menyampaikan di bidang perbankan saat melakukan relaksasi di dalam pembayaran cicilan.
Seperti semua tahu, menurut Menkeu, kondisi Covid-19 ini pasti akan mempengaruhi outlook terhadap perekonomian maupun APBN.
“Jadi saat ini kami bekerja sama tentu dengan kementerian yang lain untuk melihat berbagai skenario bagaimana pengaruh Covid-19 ini terhadap Outlook ekonomi kita, terutama dari sisi pertumbuhan ekonomi, nilai tukar, suku bunga, inflasi, harga minyak yang semuanya itu akan bergerak,” urai Menkeu.
Tentu, sambung Menkeu, ini akan mempengaruhi dari sisi APBN, baik dari sisi penerimaan maupun belanja dan pembiayaan yang hingga kini masih terus di-exercises terhadap berbagai skenario itu dan implikasinya terhadap postur APBN.
“Yang pasti nanti akan disampaikan kepada presiden dan kita terus berkoordinasi dan berkomunikasi dengan DPR. Karena bagaimanapun juga APBN adalah dokumen yang disetujui oleh DPR dalam bentuk undang-undang,” imbuh Menkeu.
Untuk bisa melaksanakan berbagai macam permintaan dan sesuai dengan urgensi sekarang di bidang kesehatan, Menkeu menyampaikan untuk sampai dengan hari ini sudah mengidentifikasi sekitar Rp62,3 triliun dari belanja kementerian/lembaga yang akan bisa direalokasikan untuk prioritas seperti yang disampaikan oleh Presiden.
“Ini menyangkut, pertama; perjalanan dinas, belanja barang non operasional, honor-honor, dana yang diblokir serta output cadangan kita bisa masukkan di dalam kategori Rp62,3 triliun dimana kementerian/lembaga akan melakukan penyesuaian terhadap belanja mereka untuk membiayai 3 prioritas tadi,” kata Menkeu.
Sebagaimana telah dibicarakan, sambung Menkeu, tadi, dari sisi kegiatan-kegiatan kesehatan seperti pengadaan alat kesehatan, tes kit dan berbagai hal yang dihitung hanya dari APBN, belum masuk ke APBD.
“Kemudian untuk membangun kelengkapan rumah sakit termasuk mempersiapkan wisma atlet dan pembangunan rumah sakit di Pulau Galang yang dipakai oleh untuk penanganan Covid-19 ini oleh Menteri PUPR,” jelas Menkeu.
Lebih lanjut, Menkeu juga akan terus meminta seperti Menteri PUPR atau kementerian yang memiliki anggaran belanja modal besar untuk melakukan spacing atau dalam hal ini memperpanjang pelaksanaan dari kegiatannya sehingga kegiatannya mungkin tidak di-block sama sekali.
“Namun di-multiyear-kan lebih panjang, sehingga seluruh beban angarannya tidak terjadi di tahun 2020. Ini untuk memberikan apa yang disebut space fiskal bagi prioritas yang sekarang ini terjadi, yaitu dalam bentuk emergency untuk kesehatan dan melindungi masyarakat, serta dunia usaha,” ujarnya.
Percepatan dari perubahan belanja oleh kementerian/lembaga (K/L), menurut Menkeu, akan difasilitasi secara cepat tanpa bertemu dalam waktu kurang dari 2 hari sehingga K/L langsung bisa melakukan adjusment dari belanja-belanja masing-masing.
“Presiden sudah meminta target seperti belanja perjalanan dinas, paket meeting yang selama ini juga di anggaran tahun ini mencapai Rp43 triliun diminta untuk paling tidak 50% adalah untuk prioritas yang baru, dan kita sedang melaksanakan itu,” imbuhnya.
Untuk belanja di daerah, menurut Menkeu, sekarang ini transfer keuangan Dana Desa Mendagri juga sudah menyampaikan di dalam Sidang Kabinet, diidentifikasikan kira-kira hampir sekitar Rp56 hingga Rp59 triliun yang bisa dipakai atau dilakukan suatu penghematan untuk kemudian melakukan reprioritas untuk penanganan Covid-19 ini.
Ini, lanjut Menkeu, sedang terus dilakukan berbagai exercises sehingga di satu sisi APBN bisa merespons cepat namun tidak langsung akan muncul krisis kredibilitas terhadap APBN sendiri.
“Karena space dari APBN kita sebetulnya dari sisi total belanja yang mencapai lebih dari Rp2.500 triliun, itu cukup memadai. Namun kalau terjadi banyak sekali hal-hal yang berubah, tentu kita juga harus segera melakukan penyesuaian,” jelasnya.
Dalam konteks ini disampaikan, Menkeu menyebut yang sudah diberitahukan oleh Menko Perekonomian bahwa stimulus 1 yang nilainya 8,5 triliun akan di-review karena mungkin sebagian untuk kenaikan Kartu Sembako sudah terjadi itu keluar, stimulus pariwisata mungkin kita akan adjust dan nilainya sekitar Rp3,9 triliun.
“Apakah memang bentuk seperti yang kita berikan pada pengumuman pertama itu masih bisa berjalan, betul-betul membantu hotel (dan) restoran atau yang terkena dampak itu. Kita akan lihat lagi supaya kita terus-menerus merespons kondisi yang sangat dinamis,” tambahnya.
Soal stimulus paket 2, lanjut Menkeu, sebesar Rp22,5 triliun dalam bentuk pajak PPh 21, PPN yang dipercepat, restitusi pasal 25 PPh korporasi dan juga restitusi untuk PPh impor pasal 22 untuk pengadaan bahan baku yang dipermudah dan dipercepat, itu akan dimonitor secara sangat detakl.
“Sekarang ini saya menginstruksikan Dirjen Pajak dan Bea Cukai terutama Bea cukai untuk melihat lalu lintas barang terutama impor-impor barang bahan baku yang sekarang sudah sangat dibutuhkan oleh industri-industri di dalam negeri,” sambungnya.
Pemerintah, sambung Menkeu, akan memberikan prioritas bagi industri-industri tersebut agar kelancaran impor mereka tidak boleh sama sekali terganggu dan juga impor barang-barang kesehatan di dalam rangka untuk merespons.
“Jadi sekarang ini Bea Cukai akan kita instruksikan untuk membantu seluruh industri dari sisi impor bahan baku dan terutama alat kesehatan untuk bisa mendorong dan membantu sektor usaha maupun sektor lainnya yang sekarang sedang merespons terhadap excess atau akibat dari Covid-19 ini,” urainya.
Ia mengakui sekarang sedang bersama-sama dengan Menteri terkait sudah melakukan beberapa identifikasi, seperti Menteri Pendidikan yang akan merealokasikan anggarannya untuk peningkatan bantuan pendidikan dan intervensi di bidang penanganan Covid-19.
“Menteri Sosial yang melakukan penghitungan untuk berapa jumlah, apakah melalui PKH atau melalui kartu sembako di dalam menentukan jumlah targetnya. Apakah akan tetap 10 juta tapi dinaikkan atau dinaikkan ke 15 juta dengan benefit yang sama,” sambungnya sambil menekankan bahwa sekarang sedang dikaji untuk bisa membuat keputusan dengan sangat segera.
“Tujuannya adalah, kalau PKH itu 10 juta penerima itu dikalikan 5 anggota keluarga, itu sekitar 50 juta masyarakat mendapatkan manfaat langsung yang bisa diberikan pemerintah dalam bentuk uang yang lebih banyak atau kita juga memberikan untuk Kartu Sembako yang kemarin sudah ketemu kita umumkan akan dinaikkan,” jelasnya.
Ini, lanjut Menkeu, dalah pilihan safety net untuk sekitar 50 hingga 75 juta masyarakat yang selama ini menjadi target dari 2 kartu tersebut, belum ditambah Kartu Indonesia Pintar, yang tadi disampaikan dari Kementerian Pendidikan mungkin juga akan melakukan perbaikan dari sisi targeting di dalam rangka merespons kondisi Covid-19 ini.
“Tentu dengan adanya Kartu Indonesia pra Kerja yang tadi disampaikan oleh Pak Menko yang akan membantu,” katanya.
Harapannya, lanjut Menkeu, bisa masuk melalui mereka yang terkena PHK atau penghentian temporer untuk bisa mendapatkan dukungan langsung dalam bentuk cash dan ini akan menambah 10 triliun.
“Jadi total ada sekitar Rp38 triliun kita akan realokasikan segera untuk berbagai tadi kegiatan-kegiatan, baik di bidang pendidikan, social safety net, dan di bidang kesehatan,” katanya.
Termasuk untuk di bidang kesehatan, lanjut Menkeu, ini ada 6,1 triliun untuk asuransi dan santunan kepada tenaga tenaga-tenaga medis yang sekarang ini mereka ada di depan yang menghadapi risiko paling besar.
“Kita akan berikan asuransi, santunan kepada tenaga medis yang menangani Covid-19 ini. Untuk desainnya sedang dimatangkan. Namun kita sudah mencadangkan total untuk intervensi ini antara Rp3,1 triliun hingga Rp6,1 triliun,” tandasnya.
Saat ini, menurut Menkeu, Pemerintah sedang akan melakukan penghitungan untuk segera bisa diberikan kepastian kepada seluruh tenaga-tenaga medis baik dokter, dokter spesialis atau dokter biasa, maupun kepada perawat atau paramedis.
“Untuk keperluan BNPB sebagai Gugus Tugas. Sekarang sudah mengajukan anggaran Rp3,3 triliun yang sudah kita evaluasi di dalam kemampuan BNPB untuk segera melaksanakan tugas tersebut. Ini akan menjadi prioritas kita untuk segera bisa BNPB melakukan melakukan berbagai kegiatan emergency yang sedang dilakukan,” tambah Menkeu.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa Kementerian yang dipimpinnya akan terus melakukan koordinasi dengan Mendagri dan Kementerian Desa.
“Tadi Bapak Presiden sudah menginstruksikan agar Dana Desa yang 72 triliun, untuk desa yang menjadi pusat klaster dari penyebaran kita akan lakukan redesigning. Untuk desa-desa yang memang di daerah yang sama sekali belum terkena Covid-19 mungkin bisa tetap sama, tidak ada perubahan,” imbuhnya.
Disampaikan Menkeu, Presiden menginstruksikan tidak semua daerah mengalami hal yang sama, namun dana yang ada harus bisa dipakai untuk membantu masyarakat dan pemerintah sampai dengan aparat desa di dalam merespons penanganan Covid-19 ini.
“Karena nanti BNPB di dalam menyampaikan program ini akan sampai kepada masyarakat di level paling kecil, yaitu desa, RT, RW. Itu dibutuhkan suatu kerja sama dan kerja bersama-sama untuk menangani secara baik,” jelasnya.
Untuk UMKM, Menkeu jelaskan bahwa selama ini apakah melalui KUR atau melalui Ultra mikro/UMi atau channel-channel yang lain di dalam membantu masyarakat, tapi Kementerian dari sisi APBN dampaknya kemungkinan bisa dari sisi memberikan bantuan bunga, pembayaran bunganya ditangguh atau dalam bentuk cicilan yang direlaksasi, itu semuanya nanti akan diukur.
“Tapi poinnya adalah untuk seluruh penerima KUR dan UMi, dan mungkin termasuk kaki lima yang lain yang itu mungkin dari sisi targeting-nya kita harus pikirkan bagaimana mencapai pada kelompok ini yang sekarang ini terdampak sangat besar,” katanya.
APBD
Menkeu menjelaskan bahwa tentunya tidak melakukan ini semuanya di dalam konteks hanya APBN yang menjadi sumber utama atau sumber satu-satunya.
“Kita meminta kepada APBD, daerah-daerah juga melakukan prioritas kembali. Terutama mungkin untuk lima provinsi yang di Jawa ini, yaitu Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, ini yang mungkin paling besar konsentrasi dari terjadinya,” sambungnya.
Mungkin APBD-nya baik dari provinsi, kabupaten dan kota yang diminta untuk merespons secara sangat sehingga bebannya itu bisa dilakukan bagi bersama-sama.
“Jangan lupa bahwa transfer ke daerah mencangkup lebih dari Rp850 triliun dan tentunya bisa dipakai untuk hal ini,” tambah Menkeu. (ABIM)