Jakarta, ABIM (29/10/2020) – Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi pada Triwulan III (Juli-September) Tahun 2020 mencapai Rp209,0 triliun dan berhasil menciptakan lapangan kerja bagi 295.387 Tenaga Kerja Indonesia. Pada periode ini, Penanaman Modal Asing (PMA) berkontribusi sebesar Rp106,1 triliun (50,8%), sedangkan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp102,9 triliun (49,2%).
Capaian tersebut menambahkan angka realisasi investasi secara kumulatif sepanjang Januari-September 2020 menjadi Rp611,6 triliun atau 74,8% dari target realisasi investasi tahun 2020 sebesar Rp817,2 triliun dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 861.581 Tenaga Kerja Indonesia dengan total 102.276 proyek investasi.
Sepanjang Januari-September 2020, PMDN mencatat kontribusi lebih besar dibandingkan dengan PMA, yaitu sebesar Rp309,9 triliun atau 50,7% sedangkan PMA sebesar Rp301,7 triliun atau 49,3%. Kontribusi PMDN pada periode ini meningkat 9,3% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2019, sedangkan PMA turun sebanyak 5,1%.
Dalam konferensi pers yang dilakukan secara daring beberapa waktu lalu di Kantor BKPM, Jakarta, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menyampaikan optimismenya dalam memenuhi target realisasi investasi 2020 ini, sama halnya dengan pencapaian target penyerapan Tenaga Kerja Indonesia sebanyak 1,2 juta orang sepanjang tahun 2020 ini.
“Banyak yang ragu dengan target realisasi investasi 2020. BKPM membuat target optimis bukan simsalabim, tetapi melihat analisis data dan kondisi potensi yang ada. Nanti di akhir 2020, Insya Allah target realisasi investasi 2020 bisa terjadi. Terkait penyerapan tenaga kerja, jadi ini kita push betul bagaimana setiap investasi yang masuk bisa menciptakan banyak lapangan kerja. Walaupun ada teknologi, kita juga sampaikan ke teman-teman investor, dalam kondisi pandemi ini agar menyerap tenaga kerja Indonesia,” ungkap Bahlil.
Bahlil mengungkapkan bahwa saat ini pertumbuhan PMA sudah lebih baik walaupun belum terlalu maksimal. Triwulan III merupakan momentum untuk realisasi investasi PMA dan PMDN meningkat.
“Di tengah kondisi pandemi COVID-19 ini, berbagai lembaga survei dunia mengeluarkan hasil rilisnya bahwa Foreign Direct Investment (FDI) secara global turun hingga 30-40%. Akan tetapi di Indonesia hanya turun 5% sampai dengan periode Triwulan III ini,” ungkap Bahlil.
Di samping itu, penyebaran investasi ke luar Jawa semakin meningkat pada periode ini. Investasi ini berupa pembangunan infrastruktur di daerah yang banyak dilakukan oleh PMDN. Hal ini menunjukkan bahwa pemerataan investasi berkualitas tidak hanya dilakukan oleh pelaku usaha asing, namun juga pengusaha dalam negeri yang sama-sama membutuhkan dukungan pemerintah.
Bahlil gembira dengan hasil penyebaran investasi pada Triwulan III 2020, di mana realisasi investasi di luar Jawa lebih besar dibandingkan Jawa. Tercatat Rp110,4 triliun (52,8%) realisasi investasi tersebar di luar Jawa, meningkat 17,9% dibandingkan dengan periode Triwulan III 2019. Sementara realisasi investasi tersebar di Jawa sebesar Rp98,6 triliun (47,2%).
Bahlil menuturkan bahwa salah satu Key Performance Indicator (KPI) BKPM adalah mewujudkan investasi yang berkualitas yaitu melalui pemerataan penyebaran investasi. Pembangunan infrastruktur yang dilakukan di era kepemimpinan Joko Widodo – Jusuf Kalla telah terlihat dampaknya saat ini. Selain itu, saat ini pemerintah juga memberlakukan perlakuan khusus bagi investor yang ingin melakukan kegiatan usahanya di luar Jawa, antara lain dengan pemberian insentif fiskal yang lebih besar dibandingkan investor yang melakukan kegiatan usahanya di Jawa.
“Para investor, baik dalam negeri maupun luar negeri, tidak lagi hanya fokus di Jawa, tetapi juga luar Jawa. Syarat investor masuk, salah satunya tersedianya infrastruktur dan bahan baku. Bagus sekali ini ekspansi para investor di luar Jawa,” ucap Bahlil.
Salah satu lokasi luar Jawa yang menjadi daya tarik bagi PMA adalah Maluku Utara. Menurut Bahlil saat ini sedang ada pembangunan hilirisasi nikel di provinsi Maluku Utara tersebut. BKPM akan terus mendorong bagaimana investasi dapat berdampak positif bagi daerah. Semakin besar investasi yang didorong, semakin banyak lapangan kerja yang tersedia, baik untuk tenaga kerja langsung maupun tidak langsung.
“Target 2021, minimal 1,3 juta lapangan kerja tersedia. Data yang ada di BKPM hanya untuk tenaga kerja langsung. Tenaga kerja tidak langsung bisa 3-4 kali lipatnya, karena adanya multiplier effects yang besar dari rantai suplainya. Dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK) itu dijelaskan adanya kewajiban bagi perusahaan besar, baik nasional maupun asing, untuk ber-partner dengan pengusaha lokal daerah maupun Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang memenuhi syarat,” imbuh Bahlil.
Pada periode Triwulan III 2020 ini, Singapura masih menjadi negara asal dengan investasi terbesar yaitu mencapai US$2,5 miliar (33,8%). Selanjutnya diikuti oleh R.R Tiongkok sebesar US$1,1 miliar (14,9%), Jepang sebesar US$0,9 miliar (12,2%), Hong Kong, RRT sebesar US%0,7 miliar (9,5%), dan Belanda sebesar US$0,5 miliar (6,7%).
Menurut Bahlil, masuknya Belanda ke dalam daftar 5 teratas negara asal investasi ini, menandakan diversifikasi investor di luar wilayah Asia masuk ke Indonesia. “Ini menarik juga. Belanda ini merupakan negara hub juga, sama dengan Singapura. Walaupun perekonomian Eropa sedang defisit, tetapi gairah mereka untuk investasi masih besar. Ini terkait dengan trust, regulasi, dan persepsi pemerintah yang sudah mulai baik,” jelas Bahlil.
Saat ini provinsi Jawa Barat merupakan lokasi dengan total realisasi investasi terbesar pada Triwulan III 2020 yaitu sebesar Rp28,4 triliun (13,6%). Sedangkan dari sisi sektor investasi, sektor Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi senilai Rp32,1 triliun (15,3%) mendominasi capaian realisasi pada periode ini.(ABIM)