Jakarta, ABIM (6/11/2020) – Perhutanan Sosial (hutsos) yang menjadi program andalan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), terbukti memberi dampak positif bagi masyarakat. Karena itu, memasuki periode pemerintahan kedua ini, KLHK telah menyiapkan berbagai strategi baru dalam bentuk penyusunan peta jalan atau roadmap, untuk mempercepat distribusi akses masyarakat terhadap hutsos.
”Menindaklanjuti arahan Bapak Presiden Jokowi, Saya telah menugaskan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL), Bambang Supriyanto serta jajaran terkait lainnya, menyiapkan roadmap mengejar target percepatan dengan sisa waktu empat tahun ke depan,” kata Menteri LHK, Siti Nurbaya, di Jakarta, Kamis (5/11/2020).
Hingga 2024 mendatang, target perhutanan sosial 12,7 juta hektare (ha). Akhir Desember 2020 ditargetkan realisasi yang telah didistribusikan adalah 4,7 juta ha. Ada 8 juta ha yang perlu didistribusikan hingga 4 tahun ke depan. Ada pun upaya percepatan kuantitas dan peningkatan kualitas hutsos, disiapkan dari praizin melalui program kerja bersama “jemput bola”, dan program coaching atau tim terpadu vertek bersama sampai ke tingkat tapak. Sampai upaya pada output berupa naiknya nilai tambah dan daya saing melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dan produkfitas Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
Siti Nurbaya mengatakan, saat ini telah terbentuk 7.408 KUPS. Dengan berbagai strategi percepatan, katanya, diperkirakan pada akhir tahun 2024 nanti bisa mencapai 45.500 KUPS.
“Selain distribusi akses dan pembentukan KUPS, tantangan juga pada program kenaikan kelas KUPS pada setiap tahunnya,” jelas Siti Nurbaya.
Presiden Jokowi, katanya, telah meminta dibuatkan KUPS percontohan untuk direplikasi pada KUPS lainnya agar naik kelas. Untuk itu, KLHK telah menyusun roadmap percepatan distribusi akses hutsos 2020-2024 dan menerapkan sejumlah strategi akselerasi distribusi akses dan kenaikan kelas KUPS.
Menyikapi situasi pandemi Covid-19, KLHK terus bekerja dengan memodifikasi kegiatan berbasis lapangan yang ditunjang dengan kerja bersama kelompok dan program coaching kepada kelompok tani di tingkat tapak secara virtual.
”Bapak Presiden juga meminta pascaizin terus diperlukan pendampingan kelompok tani hutan, agar izin benar-benar bisa memberikan kemanfaatan ekonomi bagi masyarakat. Pada saat ini di 6.725 lokasi perhutanan sosial, telah memiliki 1.250 pendamping. Ke depan kita arahkan satu lokasi satu pendamping hutsos,” tegas Siti Nurbaya.
Semua ini, lanjut Menteri LHK, tentunya akan ditunjang kebijakan dari semua kementerian dan lembaga (K/L) antara lain Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), Kementerian Pertanian (Kemtan), Kementerian KKP, Kementerian Koperasi UKM, Kementerian BUMN, Kementerian Perdagangan (Kemdag) serta offtaker klaster komoditi KUPS baik BUMN maupun BUMS.
Dari berbagai komoditas hutsos, lanjut Siti Nurbaya, terbuktidapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemenuhan kebutuhan nasional. Di antaranya untuk komoditas buah-buahan berkontribusi 55,27%, kayu-kayuan 9,63%, tanaman pangan 6,28%, gula aren 6,28%, kopi 4,67%, dan madu 2,95%.
Bahkan beberapa komoditi sudah bisa melakukan ekspor, seperti minyak kayu putih ke Singapura, gula semut (aren) ke Eropa, gaharu dan madu ke timur tengah dan ASEAN, serta masih banyak komoditi lainnya seperti kayu manis, pala (rempah-rempah) dan kopi.
”Dengan kerja bersama semua pihak, program hutsos dapat menjadi penggerak lahirnya titik ekonomi baru yang menyejahterakan rakyat. Hutan lestari, rakyat sejahtera,” tegas Siti Nurbaya.
Berdasarkan survei yang dilakukan Katadata Insight Center (KIC), perhutanan sosial terbukti telah berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan. Survei ini dilakukan terhadap 210 orang ketua dan pengurus dari 103 kelompok usaha perhutanan sosial.
Pendapatan Meningkat
Sementara itu, dengan berbagai pertanyaan dan indikator survei yang diberikan, sebesar 98% responden mengatakan pendapatannya meningkat sejak bergabung dalam KUPS. Sekitar 46% responden menjawab pendapatannya naik dua kali lipat, 25,8% menjawab pendapatannya naik tak sampai 2 kali lipat dan 25,8% lain menjawab pendapatan mereka naik 2-3 kali lipat.
“Ada pula 2,4% responden yang menjawab pendapatannya meningkat lebih dari 3 kali lipat,” kata Direktur Riset Katadata Insight Center, Mulya Amri dalam webinar Katadata Regional Summit 2020.
Peningkatan pendapatan tersebut berasal dari komoditas perhutanan bukan kayu. Lalu dari sisi kondisi lingkungan, 87,6% responden menjawab kualitas tanah membaik sejak status perhutanan sosial diperoleh.
Berikutnya, 86,2% responden menjawab hutan yang semula hampir gundul mulai menghijau, 66,2% menjawab kualitas mata air membaik dan mulai muncul dan 20% menjawab beragam satwa liar yang semula hilang kini kembali muncul.
Perhutanan sosial, katanya, merupakan sistem pengelolaan hutan lestari dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.
Pemberian izin pengelolaan untuk kelompok rakyat kecil ini berjalan dengan baik di masa pemerintahan Presiden Jokowi. Sebagai gambaran, sebelum 2015 rakyat hanya menguasai sekitar 4% saja dari izin pengelolaan hutan. Namun saat ini realisasi Perhutanan Sosial sudah mencapai 4,2 juta ha dan lahan hutan untuk masyarakat sudah sekitar 2,6 juta ha, kira-kira menjadi 13% sampao 16% perizinan untuk rakyat kecil dari sebelumnya yang hanya 4%.
Komposisi untuk rakyat juga akan terus naik, karena secara ideal nanti dengan target 12,7 juta ha hutan sosial dan TORA, maka akan dicapai izin untuk rakyat kecil hingga 30-35 %.(ABIM)