Pulang Pisau, Kalimantan Barat, ABIM (26/11/2020) -Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melalui peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan (Puslitbang Hutan), Badan Litbang dan Inovasi (BLI), melakukan kajian penerapan multisistem silvikultur (budidaya) di lahan gambut. Kajian-kajian tersebut dilakukan untuk mendukung upaya merehabilitasi lahan gambut, sekaligus untuk menggali, dan mengembangkan produk unggulan lokal di lahan gambut.
Dr. Darwo sebagai koordinator peneliti dalam Kajian Implementasi Multisistem Silvikultur menuju Ekosistem Gambut Berkelanjutan, menjelaskan lahan gambut yang ada di Indonesia, memiliki kondisi yang beragam, ditinjau dari kondisi biofisik, status, dan fungsi lahannya.
“Kondisi yang berbeda-beda ini memerlukan tindakan pengelolaan atau silvikultur yang berbeda-beda pula, berupa sistem agroforestry, silvofishery atau pola budidaya lainnya,” kata Darwo pada FGD bertema Menggali dan Mengembangkan Produk Unggulan Lokal untuk Mendukung Multisistem Silvikultur di Lahan Gambut, yang dilaksanakan di Balai Desa Tumbang Nusa, Kecamatan Jabiren, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah, Rabu (25/11).
Prospek multisistem silvikultur dengan jenis produk unggulan lokal di sana yaitu budidaya dan usaha kerajinan purun, budidaya holtikultura, serta budidaya, dan usaha lebah kelulut (trigona).
“Kami dari Pusat Litbang Hutan KLHK telah memberikan dukungan 10 koloni lebah kelulut, yang diharapkan bisa memperbanyak koloni-koloni baru. Madu kelulut memiliki nilai ekonomi yang tinggi yang potensial dikembangkan di lahan gambut,” ungkapnya.
Ekosistem gambut memiliki sumber daya alam yang potensial untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan, seperti tanaman purun dan kalakai. Saat ini, tanaman purun dimanfaatkan untuk bahan kerajinan seperti topi, tas dan tikar. Masyarakat memanfaatkan tanaman kalakai sebagai sayuran.
“Ternyata purun juga bisa dijadikan berbagai macam produk lain yang ramah lingkungan, antara lain sedotan dan bahan baku kerajinan. Sedangkan kalakai bisa diolah menjadi keripik, teh, dan produk makanan lainnya,” jelas Darwo.
Berbagai jenis ikan dari ekosistem gambut juga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di lahan pekarangan, maka telah dibuat kolam ikan sistem terpal.
“Kami telah membuat dua buah kolam ikan sistem terpal yang ditujukan sebagai tempat pembelajaran bersama. Diharapkan dapat dikembangkan oleh masyarakat sebagai sumber mata pencaharian baru,” kata Darwo.
Selain itu, untuk mendukung Pemulihan Ekonomi Nasional, Puslitbang Hutan KLHK membuat demplot percontohan dan penyebarluasan hasil-hasil penelitian melalui sosialisasi kepada masyarakat. Diharapkan demplot yang telah dibangun, bisa dijadikan tempat pembelajaran bersama oleh kelompok masyarakat maupun instansi lainnya, untuk dikembangkan dalam skala usaha yang lebih luas.
Menanggapi hal tersebut, Camat Jabiren Raya, Agung Manjin menyampaikan apresiasi terhadap program budidaya yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat di wilayahnya. Dia berharap program yang dibawa oleh pemerintah pusat beserta semua keluaran atau output, dan inovasinya dapat dilanjutkan di bawah komando Kades dan KTH.
“Mari kita ikuti dengan baik, hasil dari pertemuan ini berupa ilmu dari kajian-kajian, bagaimana kita dapat memaksimalkan hutan, untuk produktivitas lestari dengan dukungan inovasi. Karena ini merupakan program yang terencana. Oleh karena itu, saya harap agar terus terhubung dalam komunikasi pembinaannya,” ungkap Agung.
Pada FGD yang dihadiri oleh Kepala Desa Tumbang Nusa, serta Ketua dan Anggota Kelompok Tani Hutan tersebut, menghadirkan narasumber dari KPHL Gerbang Barito Unit IX yang membahas Strategi Pengelolaan KPHL Gerbang Barito Unit IX, dan Prospek Usaha Lebah Trigona, serta Ketua KWT Anyelir Bahalap, RJ Maryatmi yang memberikan bimbingan teknis pembuatan produk turunan berbasis kalakai.
“Dari kegiatan ini, diharapkan masyarakat turut serta menjaga gambut, karena gambut juga menjaga kita,” ujar Darwo, saat menutup sesi FGD.(ABIM)