/Presiden Jokowi: Mengukuhkan Kembali Ideologi Pancasila

Presiden Jokowi: Mengukuhkan Kembali Ideologi Pancasila

“Pancasila itu jiwa raga kita. Ada di aliran darah dan detak jantung kita. Berkat keutuhan bangsa dan negara. Saya Jokowi. Saya Indonesia. Saya Pancasila.” – Presiden Joko Widodo.

“Pancasila itu jiwa raga kita. Ada di aliran darah dan detak jantung kita. Berkat keutuhan bangsa dan negara. Saya Jokowi. Saya Indonesia. Saya Pancasila.” – Presiden Joko Widodo.

Jakarta, ABIM (30/5/2017) – Dewasa ini dasar negara Indonesia, Pancasila kembali mengalami ujian. Indonesia yang dibangun atas dasar niat baik dari anak bangsa untuk saling berbagi dan membangun identitas bersama kini justru dicemari oleh semangat mengedapankan perbedaan. Padahal sejarah jelas mencatat kelahiran Indonesia didasarkan semangat persatuan. Dari bangsa-bangsa yang berbeda dengan sejarah berbeda menjadi Bangsa Indonesia. Dari tanah air yang dimiliki oleh bangsa-bangsa yang berbeda menjadi tanah air Indonesia. Dari bahasa-bahasa daerah memilih untuk mengembangkan bahasa baru dengan pertimbangan rasional, yaitu bahasa yang paling mudah dan egaliter.

Presiden Joko Widodo dalam pidatonya tanggal 1 Juni 2016 mengatakan rasa syukurnya karena Indonesia memiliki Pancasila. Presiden membandingkan kondisi di sejumlah negara yang disebutnya tengah gelisah. Di tengah kegelisahan negara-negara dalam menghadapi tantangan-tantangan baru, Presiden mengatakan: “Kita beruntung mempunyai Indonesia yang berbhineka tunggal ika, Indonesia yang beragam, tapi bisa menjaga toleransi dan kebhinekaan”. Karena itu menurut Presiden Indonesia seharusnya bisa menjadi referensi negara lain. Dan itu bisa terjadi karena Indonesia mempunyai Pancasila. Saat itu tepuk tangan membahana di ruangan. Sayangnya akhir-akhir ini Indonesia juga dilanda berbagai masalah terkait terorisme, radikalisme, dan intoleransi agama.

Sebenarnya, sejak awal Bung Karno membangun fondasi kebangsaan dengan sikap anti diskriminasi yang jelas dan tegas. Dasar pemikiran Bung Karno antara lain: “Peri-kemanusiaan, cinta kasih kepada sesama manusia tak peduli ia berkulit hitam atau berkulit putih atau berkulit merah atau berkulit kuning yang meresap sedalam-dalamnya di dalam kita punya jiwa dan didasari oleh rasa Ketuhanan yang Maha Esa.” Lalu dalam salah satu pidato Bung Karno pada 17 Juni 1954 dengan jelas Bung Karno mengatakan bahwa: “Kebangsaan yang kita kemukakan bukan sekadar kebangsaan negatif, tetapi juga kebangsaan positif. Kebangsaan yang ingin mengemukakan segala rasa-rasa mulia dan luhur yang ada di dalam kalbu bangsa kita.” Pidato ini seharusnya menjadi landasan sikap yang diwariskan dari generasi ke generasi sehingga ketika muncul ancaman yang dihadapi pemerintah dan bangsa Indonesia terutama terhadap kebhinekaan, toleransi dan pluralisme, kita bisa mengatasinya dengan cepat.

Bangsa kita telah melalui proses dialektika sejarah yang menjadikan Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara maka setiap upaya menggantikan keduanya akan membuat kita mundur sebagai bangsa. Pancasila sudah menjadi konsensus nasional yang memberi fundamen dasar terbentuknya NKRI sebagai bangsa yang mencerminkan kebhinekaan dan keberagaman. Mengganti Pancasila sebagai ideologi negara sama saja membubarkan NKRI. Demikian menurut Eko Sulistyo, Deputi IV Kantor Staf Presiden. Kita harus belajar dari sejarah dengan baik.

Merujuk pada sejarah, founding father Indonesia Sukarno dalam pidato pada tanggal 1 Juni 1945 tegas mengatakan bahwa Pancasila baru akan menjadi realitas dengan “perjuangan, perjuangan dan sekali lagi perjuangan.

”DALAM BAHASA PRESIDEN JOKOWI SAAT INI: “PANCASILA HARUS DIAMALKAN. PANCASILA HARUS MENJADI IDEOLOGI YANG BEKERJA. PANCASILA HARUS DIJAGA KELANGGENGANNYA,” TEGAS PRESIDEN.

Perjuangan mengamalkan Pancasila harus berlanjut terus dalam mengisi kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah bangsa dari waktu ke waktu. Jika kita tidak terus memperkuat ideologi Pancasila dalam setiap sendi kehidupan masyarakat maka bahaya munculnya konflik dan perpecahan lebih mudah menggerogoti bangsa kita. Penanaman ideologi Pancasila adalah kerja terus-menerus yang tak boleh berhenti. Harus menyatu dalam sistem pendidikan formal mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Harus menjadi ruh dalam setiap bentuk relasi sosial-politik-ekonomi dan budaya. Perjuangan yang dilakukan di masa lalu dan masa kini mempunyai tujuan ke depan untuk mewujudkan nilai-nilai idealogi sebagai realitas bangsa. Semangat Pancasila harus menjadi jalan bersama dan kompas bagi arah perjalanan bangsa. Pancasila juga harus menjadi “ruh” penggerak bangsa Indonesia dalam menapaki setiap zaman dan situasi yang berbeda.

Sebagai langkah nyata mengukuhkan kembali ideologi Pancasila, Presiden Jokowi juga tengah membentuk Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila (UKPPIP) agar Pancasila tidak hanya menjadi slogan. Presiden berharap melalui unit ini, Pancasila bisa diamalkan, dikonkretkan, diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dan di dalam kehidupan sehari-hari. “Pancasila harus menjadi ideologi yang bekerja dan terlembagakan dalam sistem serta kebijakan, baik di bidang ekonomi, politik maupun sosial-budaya. Saya yakin hanya dengan itu kita memiliki pondasi kokoh dalam menghadapi setiap permasalahan bangsa,” tegas Presiden. Pembentukan UKPPIP terus digodok selama beberapa waktu ini. Langkah ini merupakan salah satu contoh upaya untuk menjaga, mengamalkan dan memperkuat Pancasila sebagai dasar negara yang tentunya harus didukung oleh seluruh elemen masyarakat.(ABIM)