Surakarta, Jawa Tengah, ABIM (9/8/2017) – Indonesia memegang teguh konstitusi negara dalam membangun praktik demokrasi yang sehat. Dengan adanya konstitusi yang melembaga, Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat memastikan adanya perimbangan kekuasaan antar lembaga negara yang satu sama lain saling mengawasi.
“Merujuk konstitusi kami, tidak ada satu pun institusi yang memiliki kekuasaan yang mutlak, apalagi seperti diktator,” ujar Presiden Joko Widodo saat membuka simposium internasional “Mahkamah Konstitusi sebagai Pengawal Ideologi dan Demokrasi dalam Masyarakat Majemuk” di Universitas Sebelas Maret, Kota Surakarta, Rabu, 9 Agustus 2017.
Di hadapan para ketua atau pimpinan Mahkamah Konstitusi maupun institusi sejenis dari berbagai negara beserta tamu undangan, Presiden Joko Widodo menjelaskan bahwa konstitusi dalam implementasinya juga dapat mencegah munculnya mobokrasi yang memaksakan kehendak atas nama jumlah massa. Diharapkan, dengan menjaga konstitusi negara yang dalam hal ini ialah Undang-Undang Dasar 1945, terbentuk koridor kehidupan demokrasi dalam bernegara.
Meski demikian, Indonesia masih memiliki tantangan besar dalam menjalankan konstitusinya. Berbagai perubahan serta kondisi yang tak menentu mendorong Indonesia dan bahkan dunia untuk menjadikan konstitusi dapat dipahami dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
“Dunia berubah dengan cepat. Banyak hal-hal baru yang muncul dibandingkan dengan dahulu saat konstitusi negara kita masing-masing disusun. Tantangan-tantangan baru terus bermunculan seperti radikalisme, terorisme, globalisasi, perdagangan narkoba, perdagangan manusia, penyelundupan senjata, kejahatan siber, dan banyak lagi,” ucapnya.
Maka, peran Mahkamah Konstitusi di tengah terpaan gelombang tantangan tersebut menjadi sangat penting. Dalam praktiknya, Presiden menyebut, Mahkamah Konstitusi menjadi pijar yang menerangi pemahaman sebuah negara.
“Mahkamah Konstitusi lah yang menginterpretasikan konstitusi sehingga dapat terus menjadi pegangan dan menjadi muara inspirasi bangsa dan negara dalam menjawab tantangan-tantangan baru,” ia menjelaskan.
Indonesia sendiri dengan 17 ribu pulau, ratusan suku, dan ribuan bahasa lokal menjadikannya sebagai sebuah mosaik keragaman. Di tengah keragaman yang ada itu, konstitusi hadir untuk menjaga agar tidak ada satu pun kelompok yang secara sepihak memaksakan kehendaknya tanpa menghormati hak-hak warga negara yang lain.
Pengalaman panjang Indonesia dalam mengelola keragaman itu semakin membuat Kepala Negara yakin bahwa konstitusi menjadi pelindung kemajemukan yang menjadi ciri khas demokrasi. Apalagi, Indonesia juga memiliki falsafah hidup bangsa yang tertuang dalam Pancasila. Pancasila pada dasarnya terlahir sebagai perekat persatuan dan ideologi bangsa.
“Kami memegang teguh konstitusi untuk memastikan adanya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak asasi manusia dan hak warga negara bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan penghormatan itu maka setiap warga negara memiliki persamaan kedudukan dalam kehidupan bernegara. Tidak ada warga negara kelas satu, kelas dua, yang ada warga negara Republik Indonesia,” Presiden menegaskan.
Untuk diketahui, simposium internasional yang secara resmi dibuka Presiden Joko Widodo dalam kesempatan tersebut digelar pada 9-10 Agustus 2017 di Kota Surakarta. Simposium ini menjadi forum bertukar pikiran dan pengalaman bagi negara-negara anggota Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC) dalam memperkuat nilai-nilai konstitusi, negara hukum, dan prinsip-prinsip demokrasi.(ABIM)