/Tanggung Jawab Sosial Pendidikan untuk Papua

Tanggung Jawab Sosial Pendidikan untuk Papua

Zakir Sabara*

Dekan Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Muslim Indonesia, Makassar

Seiring dengan perayaan Tujuh Belas Agustus, sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, diantaranya kado pahit. Rasisme menyeruak dan memicu unjuk rasa di Manokwari, Sorong, Fakfak, Jayapura, dan Teminabuan. Bahkan merebak ke seluruh Tanah Papua.

Bahkan setelah dua pekan berlalu, masih saja ada individu tertentu yang menjadikan ini sebagai “kesempatan” untuk mengail di air yang keruh. Sehingga mulai bertambah pekerjaan rumah yang semakin ruwet.

Kota Jayapura yang juga disebut Soekarno dengan Kota Baru, bahkan bagian Jayapura juga masih dinamakan Kota Raja, menjadi bagian dari perjuangan bangsa melampaui tujuh dasa warsa.

Kota Jayapura mengalami ujian dimana kantor Majelis Rakyat Papua yang menjadi lambing perwakilan adat sebagai institusi negara dibakar oleh oknum-oknum yang menunggangi unjuk rasa.

Untuk itu, ke depan salah satu agenda pokok yang dapat dijalankan perguruan tinggi adalah mengembangkan program-program kolaborasi dalam rangka pengembangan sumber daya manusia Papua melalui Tanggung Jawab Sosial Perguruan Tinggi.

Dari UMI untuk Papua

Tahun 2017, Fakultas Teknologi Industri Universitas Muslim Indonesia secara khusus mengadakan Rapat Kerja di Raja Ampat.

Dalam beberapa kesempatan sebelumnya FTI UMI menyelenggarakan di bagian barat Indonesia. Namun, dengan keperluan untuk menjadikan FTI UMI dengan wawasan nasional sehingga aktivitas penting fakultas menjangkau seluruh wilayah Indonesia yang di dalamnya juga terdapat Papua.

Kunjungan dalam rangka Rapat Kerja tersebut menjadi awal dalam pelaksanaan kolaborasi yang luas. Diawali dengan penandatanganan MoU dengan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Sorong. Selanjutnya SMKN 1 Sorong mendapatkan kesempatan untuk melaksanakan praktik di laboratorium jurusan tambang FTI UMI.

2017 gelombang pertama sebanyak 24 orang. Disusul gelombang kedua 40 orang. Dilanjutkan pada 2018 sebagai gelombang ketiga dengan 34 orang. Pada tahun itu juga, Universitas Negeri Papua Manokwari menyusul dengan 24 orang, dan Universitas Cendrawasih 54 orang.

Sementara tahun ini sudah diselesaikan dari Universitas Cendrawasih sebanyak 40 orang.
Total 216 dari tiga lembaga, SMKN 1 Sorong, Universitas Negeri Papua Manokwari, dan Universitas Cendrawasih. Kolaborasi dengan laboratorium tambang FTI UMI menjadi kesempatan belajar.

Siswa dan mahasiswa yang datang sepenuhnya dapat memanfaatkan seluruh fasilitas yang dimiliki oleh FTI UMI. Begitu juga dengan dosen-dosen jurusan teknik pertambangan FTI UMI mendampingi siswa dan mahasiswa tanpa dikenakan biaya tambahan.

Di akhir program, siswa dan mahasiswa berkesempatan untuk mengikuti field trip ke kampus lapangan FTI UMI di Pujananting, Kabupaten Barru. Semua pelaksanaan program sepenuhnya menjadi tanggung jawab sosial UMI sebagai bagian dalam memberikan dukungan bagi pendidikan Papua.

Pelaksanaan program yang sudah berada di tahun ketiga tidak mengalami masalah apa-apa. Bahkan siswa dan mahasiswa dapat bersosialisasi dengan dosen dan mahasiswa Universitas Muslim Indonesia dan juga masyarakat Makassar. Perbedaan-perbedaan yang ada justru menjadi instrument untuk saling mengeratkan.

Mencerdaskan Indonesia dengan Mencerdaskan Papua

Apa yang dilakukan FTI UMI sesungguhnya adalah wujud dari bentuk pengabdian masyarakat dan juga kepedulian sebagai bagian berbangsa dan bernegara. Pendidikan dilaksanakan tanpa melihat bentuk institusi dan justru sebuah kesempatan untuk bersinergi.

Siswa SMK yang belajar bersama dengan dosen-dosen FTI UMI mendapatkan kesempatan terbaik dan begitupula dengan dosen yang kemudian menjadikan ini sebagai sarana pengabdian masyarakat dengan mendidik siswa-siswa.

Adapun mahasiswa yang datang, menjadi sebuah peluang untuk belajar bersama. Kekayaan alam Papua dapat diolah pada saatnya oleh putra-putri Papua sendiri dengan mengenalkan alat dan teknologi mutakhir.

Salah satu solusi agar secara perlahan rasisme terkikis adalah dengan interaksi melalui aktivitas pendidikan. Siswa dan mahasiswa Papua yang beriteraksi dengan masyarakat Indonesia dapat saling mengenal dengan siswa dan mahasiswa dari seluruh Indonesia.

Begitu pula sebaliknya, siswa dan mahasiswa dari seluruh Indonesia perlu memprogramkan sebuah acara untuk dapat memeroleh peluang untuk mengenal Papua. Dengan saling mengenal, maka akan wujud pengertian sehingga persatuan kebangsaan akan terbentuk.(ABIM)