Jakarta, ABIM (28/3/2019) – Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, dilaporkan akan menghadiri pertemuan mengenai Palestina di Dewan Keamanan (DK) PBB pada pekan depan. Pertemuan ini akan membahas mengenai pendudukan Israel di tanah Palestina.
Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri, Febrian Ruddyard mengatakan, pertemuan yang mengambil tema ‘The Threat of De Facto Annexation, What’s Next For Palestine?’ akan digelar di kantor PBB di New York, Amerika Serikat (AS).
“Ini merupakan bentuk komitmen Indonesia untuk terus membawa dan mendukung perjuangan Palestina baik dari aspek politik maupun secara langsung, untuk memberikan dukungan dan bantuan dalam upaya mempersiapkan mereka menjalankan kemerdekaan,” ucap Febri, Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Sementara itu juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nassir mengatakan, selain menghadiri pertemuan mengenai Palestina, Retno juga dijadwalkan akan menghadiri dua pertemuan lainnya yakni mengenai perlucutan senjata nuklir dan juga mengenai multilateralisme.
Pertemuan mengenai perlucutan senjata dan multilaterlisme digagas oleh Prancis dan Jerman, di mana Prancis adalah Presiden DK PBB untuk bulan Maret dan Jerman adalah Presiden DK PBB untuk bulan April.
“Ini adalah joint event Jerman dan Prancis, oleh karena itu akan digelar pada awal April,” jelas Arrmanatha.
“Pertemuan pertama mengenai ‘Non-Proliferation Treaty, Ahead of The 2020 Conference’. Ini merupakan pertemuan yang akan membahas tindak lanjut dari inisiatif global mengenai pengurangan senjata pemusnah massal serta penguatan kontrol senjata. Pertemuan kedua masih dalam kerangka pertemuan DK PBB adalah pertemuan Alliance of Multilateralism,” tuturnya.
Arrmanatha menambahkan, hampir seluruh anggota DK PBB telah memastikan diri akan menghadiri pertemuan dan beberapa diantaranya akan langsung dihadiri oleh Menteri Luar Negeri negara bersangkutan.
“Pertemuan ini merupakan upaya untuk memperkuat kerangka multilateral dalam konteks PBB. Sebab, dalam beberapa tahun terakhir ada lebih banyak negara-negara yang berupaya menangani permasalahan secara individu dan tidak menggunakan mekanisme multilateralisme,” tukasnya.(ABIM)